Tuesday 27 October 2015

SOSIOLOGI KRIMINALITAS

Sebagian besar penjelasan mengenai kejahatan yang telah dibahas sejauh ini telah memfokuskan pada karakteristik biologis dan psikologis sebagai penyebab kriminalitas. Jelasnya, teori-teori yang mengikuti meminimasi faktor-faktor ini dan sebagai gantinya mengkonsentrasikan pada pengaruh-pengaruh ekstra seperti lingkungan, kemiskinan dan pengangguran. Sejumlah teori yang menghubungkan kriminalitas dengan faktor-faktor sosial ini memfokuskan pada masalah yang berkaitan dengan vagrancy, pengangguran, kontrol sosial, nilai-nilai kultural dan kemiskinan dan keputusasaan umum.
Cerita mereka membuka kembali cerita berabad-abad yang lalu, tetapi koleksi yang akurat dan penyimpanan data mengenai kriminalitas dan faktor-faktor sosial yang kaitannya masih diperdebatkan yang berasal dari abad ke-19. Konsekuensinya, hanya pada periode ini minat yang akan kita pelajari. Banyak karya awal pada bidang ini dipublikasikan oleh reformis sosial dan politik, seringnya sebagai bagian kecil dari treatises yang jauh lebih besar. Pada abad ini pandangan mereka sesungguhnya mulai dipublikasikan setelah industrialisasi membuat perubahan yang drastis terhadap penyebaran penduduk, perubahan masyarakat dari suatu kultur yang esensial. Satu aspek dari perubahan ini adalah suatu pergeseran dari kecil, masyarakat yang berhubungan dekat, yang tujuannya untuk menumbuhkan produksi untuk mendukung mereka sendiri melalui konsumsi dan penjualan. Perubahan tersebut menghasilkan masyarakat urban yang besar yang memiliki tujuan yang luas dan bermacam-macam. Banyak, baik waktu maupun sejaknya, telah merasakan bahwa gaya hidup yang bermacam-macam membuat perubahan yang berarti pada praktek kriminal, yang menyebabkan masalah baru tidak adanya hukum. Kejahatan pada masyarakat pra-industri lebih menyebar dan oleh karenanya sekarang cenderung terasakan seperti tidak akut, meskipun sebenarnya demikian. Konsentrasi penduduk pada daerah-daerah urban merupakan permulaan masyarakat modern kita dan merupakan awal penjelasan sosiologi kejahatan modern.
  Masalah utama tercipta oleh fakta bahwa sistem kontrol belum benar-benar berubah, meskipun ada masa transisi dari masyarakat agraris ke suatu masyarakat industri. Kontrol lama membuktikan tidak menjadi efektif pada situasi sosial yang baru. Kesulitan dalam membuat kebijakan membuat banyak penulis, termasuk Chadwick (1839) memperdebatkan angkatan kepolisian yang profesional, khususnya pada konurbasi yang lebih besar dan paling cepat seperti Manchester. Migrasi, pertumbuhan populasi, urbanisasi yang cepat dan emergensi tempat tinggal yang besar membuat para komentator abad ke-19 takut akan formasi sub-kelompok yang berbahaya, yang umumnya dirujuk sebagai ‘residuum’ (Lihat Phillips, 1977); Tobias (1972); dan Jones (1982).
  Ukuran masalah adalah kesulitan untuk memastikan kepastian apapun. Ada banyak masalah dengan statistik tersebut. Meskipun demikian, upaya dilakukan untuk memperkirakan ukuran masalah kejahatan dan menjelaskan alasannya. Pada pembahasan awal yang mengandung pembhasan signifikan mengenai kriminalitas dan masyarakat dipublikasikan oleh Frederick Engles pada tahun 1844. Engles, seorang industrialis kelahiran Jerman yang keluarganya separuh memiliki pabrik tekstil di Manchester, menghabiskan masa dewasanya bekerja di Inggris dan, dengan Karl Max, merupakan bapak ideologi komunis. Konsep materialisme dialektital menjadi filosofi komunis. Engles menggunakan sejumlah angka cerita dari statistik resmi Inggris dan Wales untuk memperlihatkan bahwa jumlah yangditangkap karena kejahatan meningkat secara tetap pada sebagian pertama abad tersebut dari 4,605 pada tahun 1805 menjadi 31.309 pada tahun 1842, lipat tujuh meningkat dalam 37 tahun. Sebagaian besar peningkatan ini terjadi pada daerah industri urban yang sedang tumbuh dengan cepat di Utara. Liverpool dan Manchester sendiri menghitung 14% dari total keseluruhan. London, yang penduduk abad pertengahannya mungkin lebih besar dari semua kota utama lainnya, terhitung 13 persen dari total jumlah yang ditangkap. Daerah industri Scotland memperlihatkan trend yang sama. Pada Lanarshire, populasinya berlipat ganda setiap 30 tahun dimana tingkat kriminal berlipat ganda setiap lima setengah tahun (misalnya, hampir enam kali cepatnya).
  Engles (1971) mengungkapkan hal demikian tidak mengejutkan dan tidak menyulitkan untuk dijelaskan. Dia mendokumentasikan perluasan perbedaan kelas dan eksploitasi yang meningkat kelas yang berbeda dengan bourgeoisie, yang memberikan kemakmuran di bawah persaingan bebas. Dalam pandangannya, para pekerja menjadi lebih brutal, tereksploitasi dan demoralisasi; karena mereka kehilangan kontrol nyata mereka atas kehidupannya sendiri, antipati mereka tumbuh. Dia mengkalim bahwa pertumbuhan konflik kelas yang berjalan sangat kuat dan tak dapat dihindarkan, dan sehingga kriminalitas menjadi hasil yang nyata. Dia mengatakan:
  Jika demoralisasi pekerja melewati titik tertentu, maka hal demikian sebagai hal lumrah sehingga dia akan menjadi kriminal-sebagai hal yang tak terhindarkan seperti air yang berubah menjadi uap pada saat titik didih (Engles (1944), dari 1971 terjemah, hal 145).
Dia memprediksikan bahwa konflik kelas ini akan menjadi perang (misalnya, perang sipil) borjuis telah gagal memahami point utamanya. Hal demikian tidak pernah terjadi di Inggris. Meskipun ada banyak konflik industri yang lebih pahit, peningkatan bersenjata lampau melawan negara, Chartist march di Newport pada tahun 1839, telah terjadi sebelum Engles menulis.
  Gagasan konflik sosial sebagai penjelasan kriminalitas akan tetapi merupakan diambil dan diperhalus oleh proponent “Kriminologi Baru” menjadi teori penuh konflik (lihat Bab 15). Engles berpikir jawaban untuk masalah kriminal terletak pada perubahan politik yang ideal, khususnya perusakan sistem eksploitasi. Hal ini akan melibatkan perubahan masyarakat secara keseluruhan, menggantikan struktur ekonomi dan sosialnya. Hingga saat ini, allokasi pusat kesalahan keseluruhan dan solusi dramatik seperti ini pada umumnya tidak biasa di antara para penulis kriminolog British. Bahkan orang-orang yang melihat alasan masyarakat kriminalitas pada umumnya cenderung menganjurkan bahwa hal demikian disebabkan oleh elemen yang lebih spesifik, dan mengusulkan penyembuhan yang lebih terbatas daripada orang-orang diungkap oleh Engles.
  Salah sdatu kriminal yang paling umum pada abad ke-19 adalah vagrancy. Pada jaman itu ia hampir menjadi sinonim dengan istilah “kelas berbahaya”. Vagrancy menyebabkan sebagian besar alarm pada periode 1815-19, akhir tahun 1840-an, akhir tahun 1860-an dan pertengah tahun 1890-an. Vagrancy terlihat sebagai ancaman struktur masyarakat, karena gaya hidup vagrant tidak mendukung etika kerja Protestant, dan dirasakan menjadi perusak atas penghormatan dan agama. Vagran dianggap sebagai pembawa penyakit, dan kriminal yang sering mengorbankan pedagang yang yang dihormati. Terakhir, tetapi yang paling penting, pada distress ekonomi yang akut pada akhir tahun 1830-an dan awal 1840-an, mereka dianggap membentuk bahaya potensial terhadap kestabilan pada saat ketegangan politik. Chadwick Reportes (1839) penuh dengan ketidakadilan vagran. Penting bagi kita untuk mengingat, meskipun sering kehilangan pandangan pada waktu itu, bahwa tidak semua vagran adalah kriminal; sejumlah diantaranya para pekerja mirgan yang mengikuti pekerjaan musiman; atau mereka adalah pelaut yang berpindah karena pekerjaan mereka, atau showmen dan hawkers; atau seperti kasus dengan banyak wanita vagran, mereka telah kehilangan pekerjaan mereka dan berkelana untuk mencari pekerjaan, atau mereka terlalu terlalu miskin untuk mendapat rumah atau terlalu tua untuk bekerja. Meskipun permukaan vagrancy demikian dapat diterima, vagrancy pada umumnya yang pertama kali dicurigai atas kejahatan apapun yang terjadi pada suatu lokasi: mereka diyajini menjadi kelas kriminal dan diperlakukan seperti hal ini.
             Pandangan mengenai vagran ini tetap begitu meskipun faktanya mereka jarang diyakini atas kejahatan yang benar-benar serius—yang sebagian besar peminum dan tidak karuan, meminta-minta, tidur di luar dan mencuri barang-barang seperti baju dan makanan. Karena vagran dipandang sebagai ancaman sosial mereka dikontrol secara ketat, secara garis besar oleh cara-cara Akta Vagrancy tahun 1824dan 1838, yang diberikan interpretasi luas agar dapat mencakup bidang yang luas atas gaya hidup mereka. Vagrant dengan demikian dikontrol di hadapan kejahatan sebenarnya yang telah dikomitkan. Dengan cara ini, British berusaha mengontrol vagrancy yang terlihat turut andil pada masalah kejahatan, daripada mencari jalan keluar atas pemecahan masalah. Pendekatan pragmatis ini mewakili banyak perubahan hukum waktu ini: pemikiran berbobot untuk hal-hak properti yang bertindak atau memperkuat hukum melawan banyak kegiatan si miskin, seperti mengumpulkan kayu bakar, mengumpulkan batu bara, dan menggunakan tanah pastur secara umum. Tujuannya adalah untuk mengontrol orang-orang yang terlihat kemungkinan besar menyebabkan masalah yang sebenarnya, khususnya kesulitan yang dikaitkan dengan kejahatan, sebelum mereka menjadi terlalu sulit.
            Dengan cara demikian, kriminologi British lebih praktis daripada teoritis, dan bahkan ringan di hadapan Lombroso (lihat 6.3), tetapi tentunya setelah dia, is mengadopsi pandangan positivist yang menentukan faktor-faktor tertentu, yang pada umumnya di luar kontrol individu, menentukan perilaku (misalnyabahwa terdapat kendala besar atas operasi keinginan bebas). Memungkinkan secara per bagian karena pendekatan  karya Lombrosso tidak memiliki pengaruh pada kriminologi British karena ia memiliki kontinent. Di Inggris pendekatan pragmatis masih tetap, dan orang-orang dihukum untuk dua hal untuk dirinya sendiri dan barang kolektifnya. Tradisi kriminologi British telah dipelajari dan kadang-kadang menjelaskan status quo daripada mempertanyakannya (untuk kritik mengenai posisi, lihat Bab 15).
            Contoh pendekatan pragmatis ini dapat dilihat di Studi abad pertengahan Henry Mayhew, London. Mayhew (1861-2) cenderung melihat kejahatan sebagai fenomena ekologi, tetapi seseorang yang terikat dengan  kelas kerja yang berbeda dengan masalah sosial. Dia tidak melihat kriminal secara terpisah, kelas berbahaya berbeda dengan kelas bekerja. Cenderung, dia mengenali bahwa banyak orang didorong menjadi miskin: beberapa karena mereka tidak mampu, tetapi berkeinginan untuk bekerja, yang lainnya karena mereka sakit atau sebaliknya tidak memiliki kapasitas. Apapun posisi ini dapat menyebabkan kriminalitas karena kebutuhan. Dalam mengenali faktor-faktor sosial sebagai penyebab kriminalitas, dia tidak menyalahkan struktur sosial dengan cara yang sama seperti Engles. Dia tidak memperdebatkan pemulihan sosial yang dramatis. Dia melihat perubahan sosial yang luas tertentu, seperti gerakan dari dari desa ke kehidupan kota, merupakan penyebab latent kriminalitas yang diperlukan. Dari perspektif ini, tak ada kesalahan yang dapat dilemparkan baik pada kelas property atau pada kriminalnya itu sendiri. Mereka melihat sebagai perbuatan dengan cara yang menetukan yang mengurangi keinginan bebas. Jika kesalahan tidak dilemparkan pada urbanisasi, maka ia akan dijatuhkan pada penyebab lainnya seperti immigrasi. Pada abad pertengahan 19, imigran Irlandia tiba dalam 20 atau bertahuntahun setelah krisis kentang pada tahun 1846 sehingga terlihat sebagai penyebab masalah (lihat Pike (1876).
            Pentingnya pendekatan deterministik cukup dapat ditekankan. Ia prevalent dalam teori sebagian besar kriminolog British dan Amerika hingga tahun 1970, dan dapat ditemukan di banyak teori sekarang. Hal ini dengan jelas diilustrasikan oleh Hermann Manheim bahwa setiap masyarakat memiliki jenis kejahatan dan kriminal yang cocok dengan kultur, moral, sosial, dan kondisi agama serta ekonominya (Manheim (1965), hal 422). Secara mirip, inersia dimana suatu titik dapat menghasilkan dapat didemonstrasikan oleh sikap di belakan Home Office White Paper tahun 1959. Pada paragrap pembukaan, White Paper mencatat bahwa meskipun ada peningkatan standar sosial di Inggris sejak Perang Dunia Kedua, masih tetap tidak ada penurunan kejahatan, yang telah terus meningkat. Ia terus dikatakan bahwa kejahatan tidak berkaitan dengan penyebab kriminalitas ‘deep-seated’ tetapi lebih pada menetapkan fakta-fakta dan cara pemerintah harus menanganinya atau meresponnya. Pengaruhnya, pendekatan ini memilih untuk menerima masalah kejahatan dan hanya mencoba meminimasi pengaruhnya. Gagasan ini bahwa suatu respon dapat dilakukan untuk melakukan kejahatan tanpa memahami ia salah satu yang telah menunjukkan kriminologi British untuk jangka waktu yang lama.


            Meskipun demikian, sejumlah kriminolog telah berupaya memberikan penjelasan kriminalitas secara sosiologis, meskipun dalam fashion determinan yang berkelajutan dan dengan tujuan yang jelas menjaga suatu pendekatan pragmatis terhadap resolusi masalah.

No comments:

Post a Comment